Senin, 20 Mei 2013

Jalan Mendapatkan ‘Ilmu yang Benar

Bahasa ‘Arab : Jalan Mendapatkan ‘Ilmu yang Benar ‘Ilmu syar’i yang benar adalah sarana seorang hamba untuk ber’ibadah kepada Allah –ta’ala- dengan benar pula, sedangkan ‘ibadah adalah tujuan utama diciptakannya para jinn dan manusia, Allah –ta’ala berfirman- : ((و ما خلقتُ الجنَّ و الإنسَ إلاّ لِيعبدون)) “Tidaklah Aku (Allah) menciptakan para jinn dan manusia melainkan agar mereka ber’ibadah kepada-Ku)) QS. AdDzariyat:56. ‘Ilmu syar’i termasuk qurbah (pendekatan diri) yang paling tinggi kepada Allah –ta’ala-, bahkan para ‘Ulama berkata bahwa sesungguhnya ‘lmu (syar’i) merupakan agama, oleh karena itu sudah sepantasnyalah kita memperhatikan dengan baik dari siapa kita mengambil agama kita ini? Dari sumber yang bagaimana kita ambil agama kita ini? Jika tidak demikian maka dikhawatirkan perihal kita bagaikan حاطِبُ اللَّيْلِ“pencari kayu bakar dimalam hari”, yang mana bisa jadi diantara kayu bakar yang ia kumpulkan terselip pula ular berbisa yang akan mematuk dan membunuhnya. Al Imam Muslim –rahimahullah- mengeluarkan sebuah hadits dalam muqaddimah shahihnya, dari Muhammad Bin Sirin –rahimahullah-, beliau (Muhammad Bin Sirin) berkata: إنَّ هَذا الْعِلْمَ مِنَ الدِّيْنِ، فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ “Sesungguhnya ‘ilmu (syar’i) ini adalah bagian dari agama, oleh karena itu perhatikanlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian?”. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menjelaskan tentang bagaimanakah cara mendapatkan ‘ilmu yang benar, dimana beliau berkata: الْعِلْمُ يَحْتاجُ إلى نَقْلٍ مُصَدَّقٍ وَ نَظَرٍ مُحَقَّقٍ “’Ilmu itu membutuhkan penukilan yang terpercaya dan pengkajian yang teruji”. Jadi, kita dituntut untuk mengerti ma’na yang dikandung oleh nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah dimana keduanya tertulis dan sampai kepada kita dalam bahasa ‘Arab, dan memang itulah cara untuk menghasilkan ‘ilmu yang haqq, tanpa pengetahuan akan hal itu maka kita tidak dapat memetik manfa’at dari kandungan nash-nash tersebut, atau kita akan salah memahami maksudnya sehingga salah pula pengamalannya, jika salah pengamalan maka tersesatlah kita dari jalan yang benar –na’udzu billah tsumma na’udzu billah min dzalik-, oleh karena itu kita harus memahami ma’na kandungan nash-nash syar’i tersebut dengan benar, sedangkan hal itu tidak dapat terlaksana tidak kecuali jika kita mengetahui ‘ilmu bahasa ‘Arab ini. Perkataan seseorang tentang Al Qur`an ataupun As Sunnah tanpa dasar ‘ilmu adalalah suatu tindakan tercela dan takalluf (membebani diri) dan hal itu sangat terlarang didalam islam, ‘Umar Bin Al Khaththab –radhiyallahu ‘anhu- berkata: نُهِيْنَا عَن التكلّف “Kami (para shahabat) dilarang untuk takalluf ( perbuatan membebani diri)”. HR. AlBukhary (no.6863). Hadits ini hukumnya marfu’, maksudnya : larangan ini sebenarnya bersumber dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-, karena siapa lagi yang melarang ‘Umar dan para shahabat lainnya –radhiyallahu ‘anhum- kalau bukan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasalllam-? Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- juga bersabda: حتى إذا لم يُبْقِ عالمًا اتخذ الناسُ رءوسًا جهالًا، فسألوا فأفتوا بغير علم، فضلّوا و أضلّوا “Sehingga jika tidak tersisa lagi seorangpun ahli ‘ilmu maka para manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, lalu para pemimpin itu akan ditanya, lalu merekapun berfatwa tanpa dasar ‘ilmu, maka akhirnya mereka sesat dan menyesatkan”. HR. AlBukhary (no. 100), dan Muslim (no. 2673). Al Imam Asy Syathibi berkata : (yang demikan itu terjadi) karena mereka (para pemimpin yang bodoh) jika tidak mengerti bahasa ‘Arab, maka merekapun akan menjadikan bahasa ‘Ajam (non ‘Arab) sebagai alat untuk memahami Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya. Allah -ta’ala- Menurunkan Al Qur`an dengan bahasa ‘Arab dan tidak dengan bahasa selainnya, Allah –ta’ala- berfirman : ((إنا جعلناه قرآنا عربيّا لعلّكم تعقلون)) “Sesungguhnya Kami turunkan al Qur`an dalam bahasa ‘Arab agar kalian memahaminya” QS.AzZukhruf:3. Begitu pula Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- sebagai orang yang menerima wahyu Al Qur`an adalah seorang ‘Arab tulen, juga para manusia yang menyaksikan masa-masa turunnya wahyu adalah orang-orang ‘Arab, maka Al Qur`an pun ditujukan kepada mereka dengan gaya bahasa mereka dan tidak sedikitpun terdapat lafazh ‘ajam (lafazh selain ‘Arab). Bahasa ‘Arab adalah salah satu penolong terbesar bagi kita untuk memahami maksud Allah dan Rasul-Nya yang tertuang didalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan ketahuilah bahwa pada ‘umumnya kesesatan ahli bid’ah adalah disebabkan ketidakfahaman mereka akan bahasa ‘Arab. Merekapun menafsirkan Al Qur`an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman yang mereka klaim adalah benar, padahal tidak demikian adanya. Mengerti bahasa ‘Arab dengan baik dapat menjaga kita agar tidak terjerumus kedalam perkara-perkara yang syubhat (samar / tidak jelas) dan perbuatan mengada-ngada dalam beragama, sebagaimana yang banyak terjadi pada individu atau kelompok yang menisbatkan diri mereka kepada Islam. Al Imam Muhammad Bin Idris Asy Syafi’i –rahimahullah- berkata : ما جهِل الناسُ، و لا اختلفوْا إلا لتركهم لسانَ العرب و ميلهم إلى لسانِ أرسططاليس “Tidaklah terjadi kebodohan dan perpecahan ummat manusia kecuali karena mereka meninggalkan bahasa ‘Arab dan lebih menyenangi bahasanya Aristoteles”. Beliau (Al Imam Asy Syafi’i) –rahimahullah- juga berkata: لا يعلمُ مِنْ إيضاحِ جمل علْمِ الكتابِ أحدٌ جهلَ سعة لسانِ العرب “Seseorang tidak akan mengetahui penjelasan susunan kata yang dikandung ‘ilmu Al Qur`an jika ia tidak mengerti akan luasnya bahasa ‘Arab”. Al hasil, Mengetahui bahasa ‘Arab adalah sebab kemudahan untuk kita dalam menjalankan pengabdian kita kepada ‘Allah –ta’ala-, sebagaiman yang difirmankan Allah –ta’ala- : ((فإنما يسّرناه بلسناك لعلّهم يتذكرون)) “Sesungguhnya Kami mudahkan Al Qur`an itu melalui bahasamu (wahai Muhammad) agar mereka mendapat pelajaran” AdDukhan:58. Bahasa ‘Arab –sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah- adalah syi’ar Islam dan kaum muslimin, karena bahasa adalah simbol masing-masing ummat dan cirri khas mereka, jadi sebagai kaum muslimin marilah kita menjadikan syi’ar / symbol dan cirri khas kita adalah bahasa Al Qur’an dan As Sunnah, bahasa Islam dan kaum Muslimin, yaitu bahsa ‘Arab. و الله أعلم و آخر دعوانا أن الحمد لله ربّ العالمين بعض المراجع : - القرآن الكريم - فضل العربية و وجوب تعلّمها على المسلمين (أبو عبد الله محمد بن سعيد رسلان) - مقدمة ” العربية بين يديك ” (مشروع العربية للجميع

ilmu nahwu

Sebagaimana status sebelumnya, Ilmu Nahwu adalah ilmu yang mempelajari kaedah-kaedah mengenai perubahan keadaan suatu kata, dimana biasanya perubahan ini bisa berupa harokat akhir suatu kata atau bentuk akhir dari suatu kata. Contoh perubahan harokat akhir suatu kata sudah kami berikan pada status sebelumnya, berikut ini contoh perubahan kata dengan yang berubah adalah bentuk akhir suatu katanya. جَاءَ الْمُسْلِمُوْنَ (Jaa al Muslimuuna) Para kaum muslimin datang رَأَيْتُ الْمُسْلِمِيْنَ (Roaitul Muslimiina) Aku melihat para kaum muslimin Dari contoh di atas, terjadi perubahan bentuk الْمُسْلِمُوْنَ menjadi الْمُسْلِمِيْنَ , yang awalnya و (wau) kemudian berubah menjadi huruf ي (ya). Hal ini disebabkan kata tersebut berubah fungsi atau posisi (entah sebagai subjek, objek atau lainnya) dalam kalimat.

Bahasa Arab

Dalam Ilmu Bahasa Arab, pembahasan mengenai Ilmu Nahwu tidaklah terlepas dari Ilmu Shorof. Ilmu Shorof adalah ilmu yang mempelajari kaedah-kaedah perubahan kata, dimana dengan berubahnya kata, menjadikan perubahan pada maknanya. Jika Ilmu Nahwu membahas mengenai perubahan akhir dari suatu kata, baik perubahan dalam harokat atau bentuknya, maka Ilmu Shorof membahas mengenai perubahan kata itu sendiri. Contoh : نَصَرَ (Nahsoro) Telah menolong (kata kerja) يَنْصُرُ (Yanshuru) Sedang/akan menolong (kata kerja) نَاصِرٌ (Naashirun) Orang yang menolong (Subjek) مَنْصُوْرٌ (Manshuurun) Orang yang ditolong (Objek) Dari contoh di atas, ada 3 huruf yg sama, yakni ن (nun), ص (shod), ر (ro) yang membentuk kata نَصَرَ sebagai kata dasarnya, sedangkan kata2 lainnya merupakan turunan dari kata dasar tersebut. Jadi klo mau cari arti kata مَنْصُوْرٌ di kamus, jgn mulai mencarinya dari huruf م (mim) melainkan dr huruf ن (nun) dari kata نَصَرَ, karena kata مَنْصُوْرٌ adalah turunannya Dari hal ini, terlihat perbedaan dari ilmu nahwu dan ilmu shorof> Jika kita ringkas, ilmu nahwu adalah ilmu mengenai suatu kata ketika telah masuk dalam kalimat, adapun ilmu shorof adalah ilmu mengenai suatu kata sebelum masuk ke dalam kalimat yang meliputi perubahan bentuk katanya. Agar lebih mudah lagi memahami, perhatikan kalimat berikut لا يعلم مِنْ إيضاح جمل علْم الكتاب أحد جهل سعة لسانِ العرب “Seseorang tidak akan mengetahui penjelasan susunan kata yang dikandung ‘ilmu Al Quran jika ia tidak mengerti akan luasnya bahasa Arab”. (Imam Asy Syafi’i) Nah, Kita tidak akan bisa membaca atau mengharokati tulisan arabnya melainkan dengan Ilmu Shorof, sedangkan kita tidak akan tahu maknanya melainkan dengan mempelajari Ilmu Nahwu. Semoga dapat dipahami.

Rabu, 08 Mei 2013

thanks sir ALEX FERGUSON

"Keputusan untuk pensiun adalah salah satu keputusan terbesar yang saya pikirkan dan satu yang saya tidak dianggap enteng. Ini adalah waktu yang tepat," "Ini penting bagi saya untuk meninggalkan sebuah organisasi mungkin dalam bentuk terkuat dan saya percaya saya telah melakukannya. Kualitas dari skuad pemenang liga, dan keseimbangan usia di dalamnya, menjadi pertanda baik bagi kesuksesan di tingkat tertinggi. Struktur pemain muda akan memastikan bahwa masa depan klub ini dalam jangka panjang tetap terang." "Fasilitas pelatihan kami [Carrington] adalah diantara yang terbaik dalam 'global sport' dan kandang kami Old Trafford dianggap sebagai salah satu tempat terkemuka di dunia." "Ke depan, saya senang untuk mengambil peran Direktur dan Duta untuk klub. Dengan kegiatan ini, bersama dengan banyak kepentingan saya yang lain, saya melihat ke depan untuk masa depan." "Saya harus memberikan sebuah tribute kepada keluarga saya, cinta dan dukungan mereka telah begitu penting. Istri saya Cathy telah menjadi tokoh kunci sepanjang karir saya, memberikan landasan, stabilitas dan dorongan. Kata-kata tidak cukup untuk mengungkapkan betapa berartinya itu semua bagi saya. "Sedangkan untuk pemain saya dan staf, dulu dan sekarang, saya ingin berterima kasih kepada mereka semua untuk tingkat perilaku profesional dan dedikasi yang telah membantu untuk memberikan begitu banyak kemenangan mengesankan. Tanpa kontribusi mereka sejarah klub besar ini tidak akan kaya." "Dalam tahun-tahun awal saya, dukungan dari dewan, dan Sir Bobby Charlton khususnya, memberi saya kepercayaan diri dan waktu untuk membangun sebuah klub sepak bola, bukan hanya sebuah tim sepak bola."... "Selama dekade terakhir, keluarga Glazer telah memberikan saya platform untuk mengelola Manchester United yang terbaik dari kemampuan saya dan saya telah sangat beruntung telah bekerja dengan orang yang berbakat dan terpercaya Chief Executive David Gill. Saya benar-benar berterima kasih kepada mereka semua." "Untuk para fans, terima kasih. Dukungan yang Anda berikan selama bertahun-tahun telah benar-benar luar biasa. Ini telah menjadi kehormatan dan hak istimewa yang besar untuk memiliki kesempatan untuk memimpin klub Anda dan saya selalu menghargai waktu saya sebagai manajer Manchester United."